Menunda menikah mungkin sebagiannya dilakoni oleh perempuan dan laki-laki. Seperti di antara teman-teman akhwat ada yang berkata, “Saya setelah tamat kuliah, kerja dua tahun lalu menikah.” Ternyata rencananya berbeda dengan rencana Allah. Ada juga yang setelah menyelesaikan pendidikan sarjana lebih fokus untuk mencari kerja dan berkarir tanpa pernah mengangankan berapa tahun lagi dia akan menikah. Ada juga yang menargetkan umur. Memangnya umur berapa ya kira-kira pantas dan ideal untuk menikah? Wallahu a’lam. Termasuk juga si Fulanah, sebut saja begitu, memang belum terpikir dan merasa belum siap untuk menggenapkan setengah diennya di usia seperempat abad.
Beberapa tahun kemudian, si Fulanah merasa dirinya sudah siap untuk menuju ke sana. Itu dibuktikannya dengan rajin mencari ilmu tentang jodoh dan pernikahan, meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah, memperbaiki dirinya, dan tidak lupa bermunajat kepada Sang pemilik jodoh, Allah SWT. Suatu ketika ia tergelitik membicarakan masalah ini kepada teman sekantornya yang walaupun usianya sebaya tapi sudah berkeluarga. Kepada si akhwat dimintanya untuk menolong mencarikan jodohnya. Siapa tahu ada kenalan suaminya yang satu kelompok pengajian. Si akhwat tidak mengiyakan tapi kalimat yang keluar dari mulutnya seperti ini, “Jodoh itu mintanya sama Allah, Ukh. Caranya dengan memperbaiki diri dan ibadah.”
Si Fulanah yang sebelumnya sudah merasa sungkan juga menyampaikan perihal itu hanya manggut-manggut tidak bisa berkata-kata kecuali, “Oh, begitu ya!” Dalam hati, si Fulanah berkata, “Jelas jodoh itu ditentukan oleh Allah SWT, manusia hanya berusaha dengan memperbaiki diri dan ibadahnya, namun perantara pertemuannya tentu sesama manusia juga. Ta’aruf bisa terjadi kalau ada yang menta’arufkan.” Jadi, tidak ada salahnya si Fulanah minta dicarikan karena itu juga bagian dari usaha. Sah-sah saja. Setuju?